DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM(PRO)
Sepertinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi tidak dapat dihindari lagi. Pasalnya Pemerintah Indonesia yang
dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memastikan harga BBM
bersubsidi ini akan dinaikkan. Bahkan digadang-gadang kenaikan terjadi pada
bulan Juni ini, di mana rencananya Premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 6.500 per
liter dan solar naik Rp 1.000 menjadi Rp 5.500 per liter.
Sepertinya wacana kenaikan ini ditanggapi biasa oleh
masyarakat. Tidak seperti tahun kemarin, di mana banyak aksi demonstrasi
sebagai bentuk penolakan rencana kenaikan BBM. Begitu dahsyatnya gelombang
protes, ditambah lagi beberapa fraksi di DPR RI yang tergabung dalam Setgab
yang awalnya mendukung, namun berbalik arah, akhirnya pemerintah pun melunak.
Tanggal 1 April 2012, Presiden SBY tidak jadi menaikkan BBM. Kini, pemerintah
kembali merencanakan untuk menaikkan BBM ini. Bahkan rasanya, kenaikan ini
sudah dapat dipastikan. Namun, tampaknya atas rencana ini tidak ada aksi
penolakan yang berarti. Apakah saat ini memang masyarakat sudah dapat memahami,
karena kenaikan harga tersebut sudah menjadi sesuatu yang wajar dan keharusan?.
Rencana pemangkasan subsidi BBM benar-benar menjadi
dilema sulit bagi pemerintah. Di satu sisi, jika tak segera dicarikan solusi,
beban subsidi terhadap BBM terus mengancam stabilitas Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara (APBN). Jika melihat komposisi subsidi yang ada di APBN pada
tahun 2012, subsidi BBM. Baik yang dikonsumsi langsung oleh kendaraan maupun
digunakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), sudah menembus angka Rp 300
triliun. Ini berarti subsidi BBM telah memakan porsi 20 persen dari volume APBN
sekitar Rp 1.500 triliun.
Tahun 2013, alokasi subsidi BBM diperkirakan akan
meningkat mencapai Rp 320 triliun dari jumlah APBN sekitar Rp 1.600 triliun.
Mungkin tahun 2014 beban subsidi bisa saja berada di angka Rp 400 triliun.
Untuk itulah, pemerintah bersikukuh pemangkasan subsidi BBM ini mendesak.
Apalagi berdasarkan penelitian, ternyata yang menikmati subsidi BBM itu 77
persen orang yang mampu.
Pemerintah pun memahami, kenaikan BBM ini akan
memiliki efek domino, karena akan berdampak luar biasa terhadap kehidupan
masyarakat luas. Meski nantinya harga BBM bersubsidi harus dinaikkan, namun
tetap perlu memerhatikan dampak sosial ekonominya. Sebab
seperti biasanya, kenaikan ini pastinya akan membawa imbas pada harga-harga
kebutuhan lainnya. Dapat dikatakan BBM naik, barang-barang lain pun ikut naik.
Kondisi ini tentu semakin memberatkan masyarakat, terutama masyarakat
kecil. Untuk itulah pemerintah berencana memberikan kompensasi kepada
masyarakat kecil, terkait kenaikan BBM ini. Pasalnya Presiden SBY, akan
menaikkan harga BBM setelah adanya kepastian persetujuan DPR terkait adanya
dana kompensasi yang diajukan pemerintah melalui APBN Perubahan tahun 2013. Sebab
tanpa adanya kompensasi, katanya pemerintah kembali akan menunda kenaikan BBM
ini.
Untuk itu, saat pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi, pemerintah mengalokasikan Rp 12,5 triliun untuk program
penanggulangan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur dasar. Dana tersebut
terdiri dari program raskin Rp 4,3 triliun, beasiswa masyarakat miskin Rp 7,5
triliun, dan Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 700 miliar. Ada juga program
bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) Rp 11,6 triliun.
Empat program kompensasi ini tentu baik. Namun program
kompensasi-kompensasi ini tidak boleh bocor lagi seperti pengalaman program
Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLSM harus tepat guna dan tepat sasaran. Karena
merujuk hasil studi dan analisis LP3ES, program BLT pernah mengalami kebocoran
sampai sekitar 2,5 persen.