UU tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta Baru”)
Menurut
Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, definisi dari kedua kata tersebut
adalah sebagai berikut : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.” “Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.”
Akan tetapi, Sebagaimana
diberitakan dalam artikel DPR Setujui RUU
Hak Cipta Jadi UU, Rancangan Undang-Undang Hak Cipta telah ditetapkan
menjadi undang-undang. UU Hak Cipta yang baru ini (“UU Hak Cipta Baru”) akan
mengganti Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta (“UU 19/2002”).
Melalui Pasal
1 UU Hak Cipta Baru, dapat dilihat bahwa UU Hak Cipta baru memberikan definisi
yang sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam bagian definisi,
dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas
“fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”,
“pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya.
Dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih detail mengenai apa itu hak cipta.
Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Mengenai
perbedaan antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru, dapat dilihat dalam
Penjelasan Umum UU Hak Cipta Baru yang mengatakan bahwa secara garis besar, UU
Hak Cipta Baru mengatur tentang:
1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan
waktu lebih panjang;
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak
ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi
pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat);
3. Penyelesaian sengketa secara efektif
melalui proses mediasi, arbitrase, atau pengadilan, serta penerapan delik aduan
untuk tuntutan pidana;
4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung
jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait
di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya;
5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak
berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus
ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama,
norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan
peraturan perundang-undangan;
7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak
terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan
atau royalti;
8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait
mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat
dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial;
9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi
menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib
mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri;
10.Penggunaan
hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai benda
bergerak, baik dalam UU 19/2002 dan UU Hak Cipta Baru diatur mengenai cara
mengalihkan hak cipta. Akan tetapi dalam
Pasal 16 ayat (1) UU Hak Cipta Baru ditambahkan bahwa hak cipta dapat
dialihkan dengan wakaf.
Masih terkait
dengan hak cipta sebagai benda bergerak, dalam UU 19/2002 tidak diatur mengenai
hak cipta sebagai jaminan. Akan tetapi, dalam Pasal 16 ayat (3) UU Hak Cipta Baru dikatakan bahwa hak cipta adalah
benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan jaminan fidusia.
Mengenai
jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan
bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta dan
berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan dalam
UU Hak Cipta Baru, masa berlaku hak
cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral
pencipta untuk (i) tetap mencantumkan atau tidak mencatumkan namanya pada
salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; (ii) menggunakan
nama aliasnya atau samarannya; (iii) mempertahankan haknya dalam hal terjadi
distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa batas waktu (Pasal 57 ayat (1) UU Hak Cipta Baru).
Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat; dan (ii) mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama
berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) UU Hak Cipta Baru).
Kemudian
untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup
pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal
dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UU
Hak Cipta Baru). Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh badan hukum,
maka berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Perlindungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 58 tersebut hanya berlaku bagi ciptaan berupa:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis
lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis
lain;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk
seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya arsitektur;
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain.
Akan tetapi,
bagi ciptaan berupa:
a. karya fotografi;
b. potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video;
e. program komputer;
f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsiran, saduran, bunga
rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil
transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen,
transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
i. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam
format yang dapat dibaca dengan program komputer atau media lainnya; dab
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional
selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
berlaku
selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. (Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta Baru)
Kemudian
untuk ciptaan berupa karya seni terapan, perlindungan hak cipta berlaku selama
25 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 59 ayat (2) UU Hak Cipta Baru).
UU Hak Cipta
Baru ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadi jual putus (sold flat).
Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik
dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau
pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada
saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun (Pasal 18 UU Hak Cipta Baru). Hal tersebut juga berlaku bagi karya
pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual
hak ekonominya, hak ekonomi tersebut beralih kembali kepada pelaku pertunjukan
setelah jangka waktu 25 tahun (Pasal 30
UU Hak Cipta Baru).
Hal lain yang
menarik dari UU Hak Cipta Baru ini adalah adanya
larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan
dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di
tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal
10 UU Hak Cipta Baru). Dalam Pasal
114 UU Hak Cipta Baru diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang
melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Selain itu,
dalam UU Hak Cipta Baru juga ada yang namanya Lembaga Manajemen Kolektif.
Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba
yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak
terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan
mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka
22 UU Hak Cipta Baru).
UU Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Untuk UU
secara lengkap dapat dilihat di http://bti.unpar.ac.id/undang-undang-ite/
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) No.11 Tahun 2008 memiliki beberapa asas diantaranya asas
Netral Teknologi. Asas ini penting dipahami karena sebagian orang memiliki
pandangan yang keliru tentang cakupan UU ITE yang menganggap bahwa UU ITE hanya
berkaitan dengan pemanfaatan internet saja.
Asas Netral Teknologi berarti bahwa
pemanfaatan teknologi informasi tidak
boleh dibatasi hanya satu macam produk maupun merk teknologi, tetapi
terbuka pada berbagai macam produk dan merek teknologi informasi, tidak
terbatas pada laptop, ipad, internet, komputer.
Dalam UU ITE, istilah umum untuk
perangkat elektronik dinamakan ‘Sistem Elektronik’, tidak digunakan kata
‘Komputer’, atau ‘Laptop’. Dalam pasal 1 angka 5 didefinisikan “Sistem
Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis , menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik”.
Berdasarkan definisi Sistem
Elektronik di atas, kita dapat memahami bahwa perangkat elektronik yang tercakup
dalam UU ITE adalah perangkat elektronik yang memiliki fungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis , menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Dalam dunia teknologi
informasi, Sistem Elektronik dimaknai sebagai perangkat elektronk yang memiliki
fungsi untuk mengolah data dan mendistribusikan informasi.
http://ronny-hukum.blogspot.com/2015/02/asas-netral-teknologi.htmlPerat http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54192d63ee29a/ini-hal-baru-yang-diatur-di-uu-hak-cipta-pengganti-uu-no-19-tahun-2002 https://fadly16.wordpress.com/7-uu-hak-cipta-software/
No comments:
Post a Comment